” Saya menjenguk Imam Asy Syafi’i saat beliau sakit yang menjelang 
wafatnya,kemudian saya bertanya kepadanya : ”Wahai Abu 
Abdillah,bagaimana keadaanmu? “,
Beliau mengangkat kepalanya,lantas berkata :
” Aku akan pergi dari dunia , berpisah dengan sahabat sahabatku dan 
bertemu dengan kejelekan amalku, kemudian aku akan menghadap Allah, aku 
tidak tahu apakah ruh ku akan menuju surga lalu kuucapkan kata selamat 
padanya, ataukah ke neraka lalu aku menolaknya “, selanjutnya beliau 
menangis.
Menjelang Akhir Hidupnya di dunia dan permulaan 
hidupnya di akhirat, salah seorang murid beliau yang bernama Imam Muzani
 datang membesuk. Saat itu Imam Syafi’i hanya bisa terbaring di 
pembaringan. Imam Muzani bertanya kepadanya, “Bagaimana Keadaanmu?”
Beliau menjawab,
“Aku merasa sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini dan berpisah 
dengan teman-teman. Segelas Anggur Kematian telah aku teguk dan hanya 
kepada Alloh saja aku kembali. Sungguh, demi Alloh aku tidak tahu, 
kemana ruhku akan berjalan. Ke Surgakah atau ke Neraka? Jika ke Surga 
maka aku akan selamat. Namun, jika ke Neraka, maka aku akan celaka.”
Setelah berkata demikian, Beliau menangis sambil melantunkan bait-bait syair berikut:
▬ “Kala hatiku mengeras dan jalanku mulai menyempit Aku hanya bisa mengharap titihan ampunan-Mu
▬ Dosa-dosaku amat besar, namun jika aku bandingkan Dengan ampunan-Mu, ya Robb, ampunan-Mu jauh lebih besar
▬ Engkau Senantiasa melimpahkan ampunan atas segala dosa Dan Engkau tiada pernah bosan memberi ampunan.”
(Sifat Ash-Shofwah, 3/146)
Sumber : Lilin-lilin Yang Tak Pernah Padam, Biografi Para Ulama Salaf.
Penulis : Abu Malik Muhammad ibn Hamid ibn Abdul Wahab
Via : FB Inspirasi Islami